Setiap
hubungan punya masa. Detik masih terus bergulir, waktu masih terus berjalan.
Kehidupan perlahan bertransformasi, keadaan berubah, tidak statis. Meski
kadang, perpisahan bukan hal yang
diharapkan setiap orang, namun hari itu pasti tiba. Hari perpisahan, saat
dimana kita mengucapkan selamat tinggal.
Memang,
akan menyisakan lubang kosong dihati kita, diawal-awal perpisahan. Tak
berdarah, namun melekat luka transparan yang tak mampu dilihat, tak bisa
didiagnosa kapan bisa pulih. Tetapi rasanya sungguh-sungguh menyakitkan, itulah
kenyataan.
Mencintai
terkadang tidak harus memaksa seseorang untuk terus tetap tinggal disisi kita.
Mencintai bukan untuk menjerat dia untuk tetap terperangkap oleh sesuatu yang
kita sebut hubungan. Sesekali kita harus memberikan ia ruang untuk memilih.
Bertahan atau bebas dari jeratan. Bukan membiarkannya terjebak dalam
ketidakpastian, rasa ingin pergi namun ada rasa takut untuk menyakiti hati
orang yang mencintainya
Cinta
tak selamanya terbentuk dari komposisi yang sempurna, yang senantiasa mempunyai
cita rasa indah. Cinta punya kadar, yang bisa habis kapanpun dan dimanapun.
Berubah menjadi pahit, menjadikan diri kita mengutuk rasa pahit dari cinta
tersebut.
Kita
lupa bahwa cinta tak selamanya membuat orang bahagia. Sungguh pemikiran yang
salah. Terkadang kita lupa dengan kebahagiaan orang lain, kita hanya peduli
dengan kebahagiaan kita sendiri. Egois, ya… bisa dibilang begitu. Kita tak
pernah tahu, perasaan sesungguhnya dari orang yang kita anggap sebagai kekasih
kita. Kekasih, yang dulu kita bangga-banggakan, yang kita sanjung, dan yang
kita sayangi setulus hati. Namun sekarang semuanya telah berbeda.
Apa kita pernah berfikir bahwa dia tercipta
bukan untuk kita ? Apa kita pernah merasa bahwa dia sudah tidak nyaman lagi
dengan kita?
Sungguh,
kita harus berfikir lebih dalam lagi. Berfikir untuk kebaikan sebuah hubungan.
Berfikir entah apapun itu. Dua hati yang tersiksa. Disatu sisi ingin pergi,
disatu sisi tetap ingin tinggal. Tanpa pernah bisa lagi berjalan beriringan
Kita harusnya lebih peka dengan keadaan tersebut..
Maka
itulah saatnya harus memilih. Bukan, bukan memilih. namun memutuskan satu
pilihan. Tak bisa ditawar dan tak bisa dinegosiasi. Melepaskan, itu adalah
jalan terbaik untuk hubungan yang sudah tak jelas dan tak tentu arah.
Tetapi
realitas sesungguhnya, melepas bukanlah hal yang mau dipilih oleh kebanyakan
orang, mereka masih mau mempertahankannya dengan berbagai cara. Melepas itu
sakit, luar biasa sakit terlebih masih ada cinta didalam hati. Cinta yang satu
arah, bukan dua arah lagi.
Memang
diawal melepaskan rasanya sakit, tapi tidak selamanya. Kita hanya perlu
bertahan melewati rasa sakit itu. Melewati waktu-waktu kritis, mengikhlaskan
segala yang terjadi. Berdamai dengan keadaan. Membiarkan dia yang kita lepas
bertemu dengan sosok baru yang lebih pantas.
Lalu
jika kita masih tak mau melepas ia pergi, apa untungnya mempertahankan dia yang
tak lagi memiliki perasaan yang sama, yang tak seperti biasanya lagi, tak
seperti dulu kala. Apa untungnya? itu adalah tanda tanya besar, pertanyaan
filosofis yang harus kita cari jawaban dan maknanya. Meskipun pada akhirnya
kamu akan menemukan kesimpulan, bahwa tidak ada satupun gunanya mempertahankan
dia dan juga hubungan kalian. Yang ada jika hubungan itu dipertahankan, malah
akan menyakitkan kedua belah pihak. Kamu yang mencintainya namun dia sudah tak
mencintaimu lagi, dia yang tersiksa dengan ketakutannya untuk meninggalkanmu
tanpa menorehkan luka dihatimu.
Sekali
lagi biarkan hubungan itu berakhir, biarlah berpisah. Dia dengan harapan
barunya, dan kamu dengan serpihan luka. Bukankah itu artinya tidak adil? adil
tak adil, itu konsekuensi. Akhir dari hubungan tak selalu indah,
Jika melepas itu sakit, maka mempertahankan jauh lebih
menyakitkan. Yakinlah, ada orang lain menanti kita didepan,
posisinya dihatimu akan tergantinkan oleh sosok baru, sosok yang lebih
mencintaimu. Pasti.
Tags
Opini